Desa Sembungan : Susah Payah Menuju Desa Tertinggi Jawa
Setelah perjalanan wisata yang
cukup melelahkan terlebih sambil menggendong tas Carier segede bagong berisi
perkakas rumah tangga mengelilingi kompleks Candi Arjuna dan Kawah Sikidang, kami memutuskan untuk segera melanjutkan perjalanan kami menuju desa
Sembungan, tempat transit kami menuju Bukit Sikunir.
Kami sempat bertanya kepada salah
satu tour guide yang sedang memandu wisatawan, jarak tempuh antara desa Dieng
dengan desa Sembungan memang sedikit jauh, sekitar 30-45 menit menggunakan
motor, namun dengan jiwa Bonek ala kampung halaman, kami nekat menempuhnya
dengan jalan kaki, kami juga sempat bertanya kepada para tukang ojek tentang
bukit Sikunir, eh mereka malah menawarkan jasanya bung! Tips = jika anda ingin
jalan kaki, jangan tanya tukang ojek.
jalan menuju desa sembungan |
Akhirnya dengan jiwa ksatria
pemberani (baca : nekat), kami memutuskan berjalan kaki tentunya untuk menghemat
biaya. Dengan sedikit pengalaman mendaki gunung yang saya miliki, saya yakin
untuk menempuh perjalanan dengan jalan kaki namun ternyata Setelah berjalan cukup jauh dan sangat jauh
kami cukup kelelahan, ditambah lagi hujan gunung yang cukup deras turun membuat
perjalanan menjadi bertambah melelahkan karena suhu udara yang semakin dingin
dan lembab cukup membuat nafas tersengal-sengal. Akhirnya kami melihat deretan
rumah berjajar diatas, hati kecil kami berkata bahwa itu adalah desa sembungan,
namun setelah sampai ternyata desa Sembungan masih cukup jauh! Ah ternyata hati
kecil tidak selamanya benar. Tips : jika anda tidak ingin bersusah payah
jalan kaki, pakailah jasa tukang ojek! Walaupun harganya cukup mahal, sekitar
50.000 rupiah!
Kamipun melanjutkan
perjalanan, hujan pun mengucur semakin deras, mulai terlihat pipa-pipa yang
mengalirkan uap panas untuk pembangkit listrik geothermal, kamipun sempat
beristirahat di salah satu pos milik perusahaan pembangkit listrik tenaga
geothermal sambil menunggu hujan reda, namun waktu yang tidak memungkinkan
membuat kami semakin berani untuk menerjang hujan yang turun, hingga kami
sampai di ujunglelah, terlintas pikiran sadar untuk menumpang mobil pick
up yang sedari tadi lalu lalang, namun entah kenapa semenjak pikiran sadar itu
muncul, mobil pick up pun menjadi tidak datang-datang, hati kecil saya
pun berbicara jangan-jangan mereka sadar akan pikiran sadar kami sehingga
mereka menghindar, Apakah pickup itu hanyalah halusinasi kami? ah saya ingat
bahwa hati kecil tak selamanya benar. Akhirnya pickup penantian itu pun datang,
rekan bisnis bebek apung saya pun mengacungkan jempolnya tanda menumpang,
akhirnya kami pun menumpang hingga desa Sembungan, desa tertinggi Jawa.
eksisme ala mobil bak terbuka |
Suasana desa Sembungan ini
memang beda dari desa lain dimanapun, desa ini cenderung berkabut dan berembun.
Melihat dari ketinggiannya pasti sudah diatas 2300 mdpl sehingga membuat suhu
udara sangat dingin dan membuat lantai karamik menjadi basah berembun sepanjang
waktu. Penduduknya pun sangat unik dan ramah, para petani disini selalu
menggunakan jas hujan tipis untuk bertani, untuk mencegah pakaian mereka basah
akibat hujan gunung ataupun embun dari kabut. Mayoritas penduduk desa Sembungan
adalah muslim dan terdapat sebuah masjid yang cukup besar untuk ukuran sebuah
desa kecil, kami juga sempat menumpang beristirahat di masjid tersebut. Desa
Sembungan juga terdapat banyak penginapan dengan harga yang bersahabat sesuai
dengan kantong anda, jadi jangan khawatir bagi anda yang tidak ingin ngecamp di
Bukit Sikunir atau di camping ground telaga cebongan, sebuah telaga di kaki Bukit
Sikunir. Desa Sembungan juga merupakan desa penghasil carica dan kentang.
pemandangan dari masjid desa sembungan |
suasana masjid desa sembungan |
eksisme dengan latar belakang telaga cebongan |
Setelah kami mengunjungi Bukit
Sikunir, kami juga mulai berfikir bagaimana cara untuk kembali menuju desa
Dieng, kami pun sempat ditanya salah seorang penduduk, “mau ke desa Dieng jalan
kaki? Hebat!” kami balas “iya!” dan setelah berjalan beberapa langkah terlihat
seonggok pickup yang akan berangkat, sekelejap kami pun berlari menumpang duduk
di bak belakangnya. Namun kami hanya diantar sampai desa PHP yang saya
ceritakan sebelumnya, selebihnya ya Jalan kaki, ah namun sebanding dengan
keindahan Bukit Sikunir dan Desa Sembungan, ya Indonesia!
Tidak ada komentar: